Skip to main content

Sang Pembunuh Tuhan: Hampir Mati di Tanah Koloni


      Telah banyak artikel yang menjabarkan bagaimana Nietzsche melebarkan sayap Zarathustra. Ia tumbuh dalam semangat modern ‘romantik’; yang mana berangkat dari keresahan hidup dimana moralitas hanya dimonopoli kaum penguasa. Baginya, semua bentuk usaha adalah sama dan tidak ada yang lebih baik dari pada yang lain. Ia menyimpulkan kehidupan adalah bentuk dari penderitaan. Pengejawatan dari ini, Che menawarkan manusia harus berusaha menjadi manusia super. Maka muncul filsafat nihilisme ala Che yang berusaha mendobrak tatanan arus zaman. 

       Dan saya sedang tidak ingin membicarakan hal di atas secara berkepanjangan, karna tentu sudah diulas oleh banyak penulis yang sudah pasti lebih serius. Apa yang saya ajukan adalah laporan pembacaan mengenai gerakan nihilis bukan Nietzsche yang menyebar menjadi sebuah gerakan politik. Tapi oleh karena pembunuh Tuhan belum mati sepenuhnya, sedikit banyak artikel ini akan menyinggung sebagai sesuatu yang hidup, yang mungkin hampir mati. Guna penjabaran kajian intelektual terutama nihilisme, artikel ini mencoba sedikit memberi analisis sederhana. Terutama agar tidak terjadi simplifikasi yang mengarah pada analisis sembrono dari sebuah gagasan 'gerakan'.

       Che tumbuh sebagai seorang pemikir, gagasannya merujuk pada sebuah disambiguitas kata yang sama yaitu ‘nihilisme’. Che sering kali dihubungkan dengan nihilisme-menjadi pelopor nihilisme. Tapi nihilisme punya perbedaan mendasar antara filsafat nihilisme dan juga gerakan politik nihilis. Walaupun gerakan politik nihilis (1860an) muncul terlebih dahulu dibanding dengan filsafat nihilisme Nietzsche (1880an), tapi keduanya tumbuh dalam suasana zaman yang identik di dalam masyarakat transisi dari feodal menuju modern. Dimana kebenaran tentang sesuatu dikuasi oleh gereja dan negara.

       Walaupun dirasa antar keduanya memiliki banyak kesamaan, tetapi sedikit penjabaran ini berguna untuk memisahkan ide yang berbeda. Agar penulisan kajian gagasan atau ide sampai ke intinya, perlu digunakan kacamata intelektual sebagai pisau analisis. Lewat ini dengan mudah melihat bagaimana sebuah gagasan mengambil tempat dimana ia tumbuh dan berkembang.   

       Gerakan politik nihilis muncul di wilayah Rusia pertengahan abad ke-19. Gerakan ini melahirkan aksi-aksi penggunaan senjata dan dinamit untuk mengurangi kondisi yang menyedihkan dalam otoritas Tsar Rusia. Pemerintah yang bersfiat otoriter, yang gampang melabeli musuhnya akan dengan mudah pula memunculkan para aktor pendobrak tatanan, pembunuh tiran Rusia. Kurun waktu 4 Dekade terakhir abad ke-19, cerita pembunuhan para pejabat tinggi jamak terjadi di Rusia, Ben Anderson menjabarkan mengenai ini pada pada buku Di Bawah Tiga Bendera.

       Sependek penggalian, ide politik nihilis menyebar ke wilayah koloni pada akhir dekade pertama abad ke-20. Filipina sebagai koloni Spanyol mengawali perkenaan dengan aksi lewat penggunaan bom sebagai tujuan teror. Kedekatan ini dicatat dalam Novel el filibusterismo (1891), penggunaaan aksi-aksi pengeboman mejadi hal yang menarik minat para martir guna melawan langgengnya otoritas. Jose Rizal dengan apik menuliskan cerita ini dalam bingkai imajinasi anti-kolonial masa akhir abad ke-19.

       India sebagai daerah jajahan Inggris menjadi salah satu bukti lain ide ini menyebar dan mengambil tempat dalam lingkungan koloni. India dengan ide pembunuhan ajudan pemerintahan, dengan salah satu motor pemantiknya seorang editor surat kabar Indian sosiologis Khrisnavarma (Kees van Dick, The Netherlands Indies and The Great War 1914-1918) di wilayah India sendiri, ide ini acap kali digunakan oleh para martir pada decade pertama abad ke-20 untuk melawan otoritas Inggris di wilayah India.

       Beranjak lebih dekat ke wilayah Hindia, walaupun sedikit telat, aksi pengeboman dan terror yang dekat dengan ide nihilism di temukan dalam surat kabar Bataviasch Nieuwsblad (1908), dengan munculnya tulisan karya Dr. Julius. (Paul W, van der Veur, The Lion and The Gadfly). Lain lagi wilayah Hindia khususnya (Jawa) terindikasi oleh semangat nihilis pada masa Indische Partij berdiri (1912). Organisasi ini menghimpun beragam aliran termasuk juga orang-orang nihilis yang juga melakukan aksi pendirian pendidikan ‘sekolah’ otonom bagi masyarakat yang terpinggirkan. Kurun waktu berikutnya juga menjadi ciri khas tendensi nihilistik berkembang di Hindia-Belanda. Beberapa surat kabar dekade kedua mengidentifikasi bentuk usaha-usaha seperti hasutan, serangan terhadap kapitalisme. Surat kabar Oetoesan Hindia juga mengidentifikasi semangat sama, semangat akan pemberonttakan, ide-ide seperti ini juga mempengaruhi dalam ruang lingkup parlemen yakni ide dengan jalan melawan segala bentuk dari kapitalisme.

       Kurang lebih satu dekade kemudian (1920an), dalam suasana Vorstenlanden, wilayah Surakarta khususnya lewat penggalian Soe Hok Gie melihat terdapat unsur nihilis dalam kelindan gerakan SI-PKI. Ini mengarah kepada bentuk aksi-aksi pengeboman dan penggunaan bahan peledak dalam melakukan propaganda. Unsur-unsur nihilistik juga membaluti gerakan di wilayah Semarang dengan konsentrasi gerakan radikal cukup kuat.

        Pembentukan PKI (1920) yang dianggap sebagai perkumpulan komunis sekalipun, masih menyisahkan pertanyaan, apakah betul seperti itu? Sejarawan muda Soe Hok Gie berkata sebaliknyya, “Dalam bayang bayang gerakan ‘komunis’ di Indonesia pada awal abad ke 20, terbayang unsur-unsur nihilistik”. Ide politik nihilis menjadi salah satu yang menawan bagi sosok Darsono dengan pseudonym ‘Onosrad’.

       Doktrin filsafat nihilism Nietzsche datang ke wilayah Hindia-Belanda sebagai pandangan hidup. Berbeda dengan nihilism yang melebar sebagai sebuah gerakan politik. Ia menjadi kritik pedas terhadap segala bentuk pemerintahan yang menindas dan kesewenang-wenangan para penguasa.

       Sesuai dengan judul artikel ini bahwa sang pembunuh tuhan hampir mati itu ada benarnya, spirit filsafat nihilisme Nietzsche sempat bangkit dari kubur. Ia tidak benar benar mati dan terkubur secara dalam-dalam. Nihilisme ala Nietzsche mempengaruhi pemikiran tokoh generasi 1928.(Rhoma, Historia.id) Soekarno sedikit banyak terpengaruh oleh ide spirit pencerahan dan Ubermensch (Manusia Super). Pemikiran Nietzsche dimaknai secara lebih halus. Dengan melahirkan gagasan baru yang sesuai dengan tempat ia tumbuh dan berkembang.

       Nyatanya kedua gagasan menjadi jubah modern masyarakat koloni dalam tumbuhnya semangat anti-kolonial. Kelindan gerakan ‘gagasan’ menjadi menarik dan penting untuk digali lebih dalam, khususnya mengenai akarnya di Indonesia.

 




Comments

Popular posts from this blog

Riwayat Cokelat dan Keju di Indonesia yang Amburadul Tapi Disukai

foto: cokelat keju dalam kuliner martabak Sejak saya mulai mendalami dunia kuliner—baik lokal maupun mancanegara—saya sadar ada sesuatu yang unik sekaligus membingungkan dari kuliner Indonesia. Banyak makanan kita “keluar jalur,” baik dari sisi bahan baku maupun cara pembuatannya. Salah satu contohnya adalah cokelat dan keju , dua produk impor yang kini sudah melebur ke dalam berbagai makanan Indonesia. Cokelat dan keju di Indonesia bukan hanya pelengkap rasa, tapi sudah jadi identitas. Kombinasi keduanya kini ada di mana-mana: di martabak, pisang goreng, roti bakar, bahkan kue-kue ulang tahun. Tapi, apakah cokelat dan keju yang kita nikmati benar-benar “asli”? Cokelat Indonesia: Antara Produsen Besar dan Konsumen Gula Indonesia adalah salah satu produsen kakao (biji cokelat) terbesar di dunia, berada di peringkat ke-7 berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2021/2022. Namun, saat cokelat Indonesia dibawa ke forum internasional, beberapa orang asing justru mempe...

Dari Den Haag Hingga Bojong Semarang: Riwayat Indische Partij dan Media De Indier 1913-1923

                                                       Tepat 110 tahun terkenang tokoh-tokoh radikal yang melakukan usaha pembebasan nasional masyarakat Hindia. Yang mana giat menyerang langgengnya kolonialisme Belanda baik melalui wacana media maupun aktivitas politik. Di bawah naungan partai politik perdana di Hindia Belanda yakni Indische Partij, para anggota juga simpatisan acap kali menentang pemerintah dan negara Hindia Belanda. Mereka dengan sadar mencoba merobohkan sistem koloni, dengan konsekuensi logis menjadi lawan-musuh negara beserta alat-alatnya (penjara, polisi, militer, media, dll).  Sepenggal cerita ini akan memaparkan bahwa baik orang berdarah campuran, Belanda totok, timur asing, maupun pribumi bekerja sama guna melawan kolonialisme. Tidak sesempit pandangan ras kulit sawo matang melawan ras berkulit ...