Judul Buku : DILARANG GONDRONG! Praktik Kekuasan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970an
Penulis :
Aria Wiratma Yudhistira
Penerbit :
Marjin Kiri
Tahun Terbit :
2018
“Semua orang pernah muda, tetapi tidak semua
orang pernah gondrong”
Orde baru
mempunyai kisah sendiri di balik gemarnya memusuhi komunisme ‘membangun narasi
anti kiri’, ia juga mempunyai musuh bersama yakni rambut gondrong. Praktik kekuasaan Orde Baru meninggalkan bekas
sendiri dalam sejarah Indonesia. Sistem pemerintahan Orba memunculkan kebijakan
yang tak masuk akal ‘konyol’. Keluar kebijakan pelarangan rambut gondrong dari
pemerintahanh Orde Baru. Muncul pernyataan bahwa rambut gondrong bukan budaya
Indonesia (baca: Jawa), melainkan budaya asing yang tak patut dilestarikan.
Orde baru melarang warganya untuk berambut gondrong, baik itu pelajar, mahasiswa,
artis hingga pesepak bola. Urusan privasi individu menjadi bagian penting
pemerintah Orde Baru; seharusnya cukup sampai dalam urusan publik. Mengapa Orde
baru begitu takut akan rambut gondrong? sehingga melaksanakan praktik depolitisasi
anak muda seolah-olah mereka dalam artian rakyat adalah musuh.
Buku ini
menjelaskan praktik kekuasaan awal Orde Baru. Melihat bagaimana pemerintah
begitu takut dengan rakyatnya sendiri. Berbagai usaha dilakukan pemerintah guna
menciptakan musuh bersama agar negara tetap dianggap ‘baik’. Hegemoni dilakukan
Orde Baru sampai ke dalam ranah privat, membuktikan bahwa otoritarian begitu
menyengsarakan rakyat. Dengan apik buku ini menelusuri kembali cerita
menggelikan dalam sejarah Indonesia. Buku ini dibungkus secara sistematik oleh
penulis dengan kritik yang dilancarkan terhadap penerapan kebijakan
pemerintahan Orde Baru.
Salah
satu kepingan sejarah Orde Baru yang hampir terlupakan dikaji dengan rapi
melalui buku ini. Menceritakan peristiwa yang jarang kali muncul di media
mainstream apalagi sebagai bahan bacaan sejarah di sekolahan ataupun dunia
kampus. Karena memang sekolah formal, media mainstream merupakan tangan panjang
pemerintah yang digunakan untuk melanggengkan kekuasaan. Pembaca akan merasa begitu
ambyar bilamana melihat aparat yang
dengan biasa menteng senjata, kali ini menenteng gunting kemana-mana. Kekuasaan
anyar Orde Baru berusaha menyingkirkan Orde Lama juga dijelaskan pada buku ini.
Muncul pula militer sebagai salah satu elemen yang mendominasi perpolitikan
Indonesia.
Terdapat
pesan tersirat yang penulis coba berikan terhadap pembaca. Jalinan kekuasaan
Orde baru dibangun atas dasar sifat keluarga hierarkis. Soeharto meletakan ia
sebagai bapak tertinggi di dalam tatanan pemerintahan Indonesia. Definisi Bapak
pada kala ini memiliki pengaruh dominan pada konstelasi kehidupan masyarakat. Afirmasi
politik kaum muda yang identik dengan kaum gondrong, kaum perempuan akan
menemui jalan buntu dalam konteks ini. Gerakan youth counter-culture (budaya tanding anak muda) yang mencoba
melawan kebiasaan, sistem, tatanan, struktur lama sudah tidak sesuai dengan
cita-cita sukar mendapatkan tempat karena sifat pemerintah hierarkis-koersif
ala Soeharto. Orde Baru mencoba mempertahankan politik kebapakaan; menganggap
remaja bukan bagian dalam perpolitikan. Tapi satu yang tidak dapat diabaikan,
yakni politik kaum muda dekat sekali dengan gagasan dan kehendak akan
perubahan.
Penulis
cukup pintar dalam menyusun buku berjudul Dilarang
Gondrong ini. Pemilihan kata yang mudah dipahami dipakai penulis agar orang
awam juga mengerti akan isi dan pesan pada buku ini. Periodisasi juga
diterapkan agar penyusunan buku ini dapat sistematik nan runtut. Terdapat
banyak satir atau sarkasme yang dilancarkan terhadap praktik kekuasaan awal
Orde Baru. Melihat kapasitas penerbit beserta editor yang sudah berpengalaman
menggarap buku-buku dengan narasi kiri menjadikan saya semakin yakin buku ini
wajib dibaca. Walaupun tampilan buku terlihat sederhana tidak kaya warna, namun
di dalamnya pembaca akan menemui pelangi dengan banyak warna.
Buku
ini layak dibaca guna melihat sisi lain Orde Baru yang jarang diketahui. Karena
kedekatan emosional, penulis sangat sarankan bagi teman-teman yang memiliki
rambut gondrong agar membaca. Pembaca akan tergugah atas segala kebijakan dan
penerapan politik Orde Baru yang begitu terlihat jelas melawan segala yang
dianggap ‘tak baik’ bagi negara. Sambil menunggu perkuliahan dimulai, bahkan
menunggu gebetan membalas chat, buku ini bisa menemani teman-teman untuk menilik
ke dalam dunia totaliter ala Orde Baru awal 1970an.
Editor: Feby Dani Nur Muhammad
Comments
Post a Comment