Pada awalnya
anarkisme muncul sebagai suatu gagasan moral. Ia dapat dipahami sebagai pedoman
hidup individu ataupun masyarakat. Anarkisme menolak otoritas ‘kekuasaan’ dalam
segala bentuk. Sifat otoritas adalah mendominasi atau memaksa. Anarkisme dapat
dijumpai di berbagai wilayah belahan dunia. Anarkisme kuat pada wilayah
pedalaman, pegunungan yang jauh dari akses dunia luar. Masyarakat anarkis
bercirikan egaliter, dengan interaksi secara sukarela tanpa paksaan. Nilai anarkis
juga tumbuh dalam individu dengan berarti ia menolak segala bentuk kekuasan
dari luar dirinya.
Anarkisme
acap kali bertranformasi dengan nilai budaya lokal. Ini berarti anarkisme
menjadi beragam bentuk. Bahwa apa yang kokoh adalah anarkisme tidak menanggalkan
masyarakat ideal, yakni cita-cita masyarakat bebas dengan interaksi organik
secara sukarela. Anarkisme bukan hanya diketahui sebagai gagasan politik yang
muncul di Eropa pada abad 19. Jauh dari itu, anarkisme tumbuh subur pada
lingkungan lokal di berbagai wilayah yang telah ada sepanjang sejarah manusia,
setidaknya termasuk nusantara.
Wilayah
nusantara memiliki bermacam budaya dengan kekhasannya. Masyarakat nusantara
memiliki kencenderungan unik dan menarik, setidaknya untuk sifat egalitarian ’setara’ serta libertarian ‘bebas’. Melacaknya secara
historis maupun antropologis merupakan salah satu cara untuk menggali sifat ini
lebih jauh. Sependek pencarian dan analisis, ternyata pada masa kerajaan,
masyarakat yang jauh dari wilayah pusat mencirikan kepingan-kepingan sifat anarkis.
Gaya bahasa yang kurang lebih setara, demokrasi langsung, menjadikan ia dekat
dengan nilai anarkis. Ternyata nilai anarkis juga mengakar pada masyarakat Samin.
Masyarakat Samin
adalah sebuah kelompok yang mendiami wilayah sekitar pegunungan Kendeng, Jawa
Tengah. Asal-usulnya bisa dilacak pada masa Hindia-Belanda sekitar akhir abad 19.
Muncul tokoh bernama Samin yang mengajarkan nilai luhur seperti kejujuran serta
gotong-royong. Laku ajaran ini dipraktikkan oleh masyarakat sekitar.
Masyarakat Samin
sudah eksis pada masa Hindia-Belanda. Narasi Samin sudah ada di berbagai surat
kabar masa Hindia-Belanda; dapat dilacak pada Sinar Hindia. Gerakan Saminisme sudah banyak diperbincangkan awal
abad 20 (Lihat: Di Bawaah Lentera Merah). Soe Hok Gie, seorang sejarawan dalam
penulisan historiografi sekurang-kurangnya menyinggung masyarakat Samin masa
pergerakan kolonial.
Dirkursus
anarkisme mencapai perkembangan terbarunya. Melihat dari sudut pandang
historis, ia luwes berjalan beriringan membuka ruang gerak bersama. Ia bersifat
inklusif guna kesempatan perjuangan seluas-luasnya. Karena anarkis menganggap
semua manusia kurang lebih setara. (Gagasan dasar Pemikiran Bakunin, hlm. 11) Menjadikan
setiap individu bebas berjuang bersama guna terciptanya masyarakat anarki.
Nilai
anarkisme seringkali sejalan dengan kepercayaan masyarakat. Secara umum apa
yang bertahan di sini adalah apa yang sudah mengakar pada ibu bumi. Nilai luhur
kebebasan, kesetaraan, egaliter, erat di wilayah nusantara, khususnya pada
masyarakat Samin. Tidak ada yang baru di bawah kolong langit, anarkisme sudah
memiliki bibit yang tertanam pada masyarakat Samin.
Tidak ada
yang bisa mengatur dirinya, masyarakat anarkis tumbuh dengan semangat libertarian ‘kebebasan’. Sejalan dengan
ide Proudhon, adalah masyarakat anarkis menolak pemerintahan ‘perintah’
bercirikan sentralistik yang penuh paksaan (What
Is Property, hlm. 272). Masyarakat Samin tumbuh dengan apa yang mereka
yakini baik dari individu ataupun masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada apa
yang mereka yakini yang bersifat personal.
Setidaknya
untuk menyebutkan anarkis-agamis, ia sedikit mengandung kontadiktif interminis.
Dalam unsur agama sekurang-kurangnya masih terdapat unsur kepatuhan, kuasa,
serta doktrin (kitab atau sebagainya) yang bersifat memaksa. Penulis
berkecenderungan menyebutkan sebagai anarkis-spiritual. Letak spiritual ada
pada keyakinan tiap individu dalam masyarakat, ini berarti juga keterhubungan
dirinya dengan alam dan sekitar. Selama tidak ada otoritas yang bersifat
koersif, bercirikan egalitarian, serta libertarian maka ia tidak jauh dari
semangat anarkis.
Prinsip
hidup masyarakat Samin mengalir pada bentuk perlawanan. Adapun bentuk
perlawananan seperti melakukan penolakan memberikan upeti hingga menolak
membayar pajak. Prodoun memperkuat, bahwa sebuah revolusi sejatinya berasal
dari moral, dari diri sendiri ia dimulai. Tak ada yang lebih tahu bagaimana
perlawanan terbaik, selama itu aksi nyata maka perlu kita hidupi. Masyarakat
Samin melihat perubahan dan perbaikan diri penting guna tumbuhnya nilai-nilai
luhur, yang bebas, egaliter dan jauh dari paksaaan yang berasal dari luar.
Saminisme
mendorong aksi tanpa kekerasan dalam berbagai perlawanan. Melalui jalan semangat
revolusi ‘spiritual’ sebagai kunci menciptakan masyarakat anarkis. Selaras apa
yang didengungkan oleh Proudoun, seorang yang setidaknya menerapkan nilai-nilai
non-violence ‘anarkis-pasifis’. Ia
menganggap revolusi bukan dengan mengangkat senjata, melawan dengan fisik,
melainkan perubahan mendasar terhadap moral dan etika pelaku sejarah.
Masyarakat Samin sudah menganjurkan revolusi dari diri mereka sendiri.
Perlawanan ini merupakan perlawanan nyata spiritualisme masyarakat Samin.
Mafhum akan
perlawanan fisik akan sia-sia, ia cerdik melalukan siasat alternatif. Anti
kekerasan adalah apa yang digaungkan oleh masyarakat Samin. Prinsip ajaran ini
sering ada pada sub-perlawanan pasifis ’anti-kekerasan’. Anarkis-spiritual
memunculkan sub-perlawanan anti kekerasan. Gandhi, merupakan salah satu tokoh
yang menganjurkan perlawanan dalam bentuk anti-kekerasan. Gerakan anarkis-pasifis
dipraktekan oleh Tolstoy. Nilai-nilai pasifis biasanya terikat pada basis
keagamaan ‘religius’, juga spiritual. Seperti halnya anarkis-Kristen yang pada
praktiknya memunculkan bentuk perlawanan dengan jalur anti kekerasan.
Pada masyarakat
Samin belum terlihat secara pasti bahwa terdapat otoritas yang memaksa diri
mereka, terkhusus pada kali ini adalah keyakinan ‘spiritual’. Bukan ajaran yang
bersifat doktin ‘kepatuhan’ yang mereka terapkan, melainkan pengamalan diri yang
bersifat bebas. Sependek apa yang diketahui juga tidak terdapat doktrin dari
luar yang bersifat memaksa (seperti kitab atau sebagainya). Masyarakat Samin
meyakini diri sendiri dapat menjadi petunjuk arah atau pedoman dalam berkehidupan.
Ajaran spiritual seperti semedi yang dilakukan masyarkat Samin, merupakan
bentuk ajaran sebagai refleksi kehidupan agar manusia menemukan kedamaian dan
petunjuk hidup. Masyarakat Samin adalah tuan bagi dirinya sendiri, maka dialah yang
menentukan bagaimana hidup.
Penulis : Danninpei
Editor : Tentatifarah
Referensi
Gie, Soe Hok. 2016. Di Bawah
Lentera Merah Riwayat Sarekat Islam Semarang (1917-1920). Yogyakarta: MataBangsa.
Nurmala, Adhita Wahyu dan Diana Rusmawati. Makna Spiritualitas pada Penganut Ajaran Samin. Jurnal Empati, Vol.
7, No. 3. 2018.
Proudhoun, Pierre
Joseph. 1876. What Is Property. Mass:
Benj. R. Tucker.
Tim penulis. 2019. Gagasan Dasar
Pemikiran Bakunin. diterbitkan dari PAC (Paterson Anarchist Collective)
Comments
Post a Comment