Skip to main content

Rabindranath Tagore: Telaah Kritis Nasionalisme, Negara, dan Pendidikan


Rabindranath Tagore. Diambil dari indianexpress.com 

Rabindranath Tagore lahir di India pada tanggal 7 Mei 1861, ia hidup secara berkecukupan dalam materi karena termasuk dalam keluarga Brahmana. Ia merupakan pemenang nobel pertama di Asia dengan kategori “seorang yang lebih besar dari kita”. Masa kecil  dihabiskan di daerah Calcutta India. Tagore merupakan anak ke-empat belas dari lima belas bersaudara. Ia kehilangan sosok ibunda pada saat beranjak remaja. Ayah dari Tagore sering berpegian jauh untuk perjalanan spiritual dan ziarah. Ayahnya berpergian sampai ke gunung Himalaya. Tagore juga dibesarkan oleh pelayan atau pembantu rumah tangga.

Pada saat usianya tujuh belas tahun, Tagore sempat disekolahkan ke luar negeri tepatnya di Inggris. Ia tidak menyelesaikan sekolahnya karena tidak tahan cuaca di Inggris dan juga lebih senang suasana di Bengali. Tagore sudah mulai atau suka menulis pada usia delapan tahun, sehingga pada usia remaja ia sudah banyak menulis bait. Inspirasi mengenai sastra sudah Tagore dapat dari kesenangan Tagore membaca karya sastra penyair tua. Ia tidak diragukan lagi terutama dalam hal sastra. Tagore juga memiliki banyak julukan atau bakat seperti dramawan, produser, pelukis, kritikus, penulis cerpen dan budayawan. Karya-karyanya berupa puisi, novel, dan juga lagu-lagu.

Rabindranath Tagore merupakan tokoh nan masyur kelahiran India. Ia yang terkenal dengan karya-karya sastranya. Tagore kecil sudah banyak menulis berupa sastra-sastra. Tagore juga terkenal sebagai filsuf, seniman, dan penyair. Memang ia banyak menghasilkan karya berbau sastra. Tetapi pada kesempatan kali ini penulis akan menyajikan tulisan mengenai pandangan Tagore terhadap nasionalisme dan juga pendidikan. Tagore banyak menghasilkan karya sastra, karya sastra tersebut biasanya Tagore gunakan untuk kritiknya terhadap pendidikan yang ortodoks dan juga terhadap pemerintahan barat pada kala itu.

Mengenai kritiknya ditunjukan kepada nasionalisme dan pendidikan. Tagore mengkritik nasionalisme di beberapa belahan dunia, seperti  mengkritik Nasionalisme ala barat, nasionalisme Jepang, dan Nasionalisme India sendiri yang merupakan negeri tempat ia tumbuh. Tagore juga mengenal dekat Mahatma Gandhi. Baik Tagore dan juga Gandhi sama-sama hidup dalam kolonisasi Inggris dan dua-duanya fokus terhadap pendidikan India.

Fokus Tagore ada pada pendidikan Santineketan. Santineketan merupakan tempat untuk belajar masyarakat pribumi yang berlandaskan nilai-nilai luhur. Nilai luhur bisa berupa kesetaraan dan kebebasan berfikir.  Kelas-kelas belajar lebih difokuskan di luar ruangan karena dengan ini diharapkan siswa dapat lebih mengeksplor alam dan lebih banyak mendapat pelajaran di lingkungan alami. Santineketan mengadakan pembelajaran untuk mengenal budaya lokal tetapi untuk menghindari provinsialisme, juga mengadakan pendidikan atau pembelajaran budaya luar daerah, baik budaya timur maupun barat.

Senada dengan Gandhi, Tagore juga mengkritik pendidikan di India, dengan keadaan sedang dijajah Inggris, India dijejali dengan bahasa Inggris walaupun dirasa belum siap. Budaya luar memang penting, tetapi jika diajarkan dengan paksaan dan juga dengan metode hapalan maka hanya akan menyiksa siswa saja. Inggris nampaknya mencoba untuk membuat bahasa asli masyarakat India yakni bahasa Sangsekerta dan Parsi di singkirkan dan diganti dengan bahasa Inggris. Pada kenyataannya Masyarakat masih kesusahan dalam penggunaan bahasa Inggris.  

Tagore bertemu pertama kali dengan Gandhi yang pertama yaitu pada tahun 1915 tepatnya pada bulan Februari di Shantiniketan. Mungkin ada beberapa persamaan antara Tagore dan juga Gandhi seperti mereka berdua adalah pada moderintas yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai tradisional. Tagore berhasil sebagai kritikus barat yang mengkritik budaya barat modern.

Tagore juga membahas mengenai wanita, terutama wanita yang masih dianggap rendah. Menurut Tagore, wanita harus sejajar dengan kaum laki-laki, ia menentang hierarki gender yang dibentuk oleh model patriarki India kuno. Wanita India sudah ditidas sejak dahulu, mulai dari kitab Sansekerta, sampai wanita dibandingkan dengan anjing atau binatang lainnya. Seharusnya pendidikan harus menghilangkan konsep wanita lebih rendah dari laki-laki. Pendidikan harus menjadikan jiwa manusia universal.

Tagore mengkritik kehidupan  serba modern yang kurang seimbang. Kemajuan yang ada cenderung hanya materi belaka tanpa diikuti kemajuan moral. Tagore  memang orang yang cinta dengan India, tetapi dia berkata ketika seseorang terlalu nasionalis maka akan membuat rusak, membuat kesombongan dan sama seperti penyembahan berhala. Nasionalisme membentuk atau membuat kehancuran antar umat komunitas, bangsa. Ia mengannggap kolonialisasi Inggris itu dibangun berdasarkan Nasionalisme terlebih dahulu. Tagore juga tidak setuju dengan konsep swapraja Mahatma yang mengingingkan kebijakan politik, baginya masyarakat membutuhkan dorongan kebebasan berfikir.

Ia mempunyai konsep sama dengan anarkisme yaitu kebebasan masing-masing adalah syarat bagi kebebabasan semua. Pandangan Tagore lebih memihak kepada masyarakat bukan negara membuat Tagore dapat disamakan dengan seorang anarkis Kropotin yang menekankan pada organisasi yang bebas, harmoni. Tagore banyak kawatir atau curiga terhadap negara. Tagore menganggap Imperialisme Inggris mencoba mempertahankan diri di India dengan nafsu dan kekuasaan membuat negara sombong acuh tak acuh terhadap kepentingan rakyat biasa. Masyarakat yang diinginkan Tagore adalah masyarakat yang bebas, mandiri ‘egaliter’ dalam aspek materi.

Tagore mempunyai pandangan sama dengan Kropotin, bahwasanya desa adalah patok bagi negara atau tumpuan masyarakat. Desa adalah unit mandiri yang dapat berkembang sendiri. Menurutnya desa merupakan sumber dari segalanya, baik budaya, pendidikan, agama, ritual dan sebagainya. Negara sekarang merusak desa-desa tersebut. Kita tidak dapat menemukan persahabatan sosial di kota. Tagore tidak menolak negara dalam segala bentuk, tetapi menentang negara yang membuat masyarakat India hancur dalam segi moral. Tagore ingin  mengembalikan semangat desa. Apalagi setelah Inggris memasuki wilayah India, dan menerapkan sistem sewa tanah dan menanamkan budayanya secara paksa itu membuat rakyat menderita.

Ada tokoh-tokoh yang menentang perlawanan Inggris seperti Shyamaji Krishnavarma yang berbahaya karena menginspirasi pembunuhan ajudan sekretaris Kolonial Inggris. Ia dianggap berbahaya oleh pemerintahan pada saat itu karena mendukung berbagai perlawanan. Ia menentang kolonialisme ala Inggris.

Nasionalisme

Tagore secara eksplisit pada awal abad ke-20 menentang Nasionalisme. Pandangannya banyak dipengaruhi oleh barat karena pergaulan Tagore sering bertemu dengan orang barat, belajar di barat, Tagore menjadi orang yang lebih modern. Ia juga menerbitkan tulisannya dalam bahasa asing, Tagore sering menulis mengenai modernism nasionalisme. Tagore mengomentari mengenai negara, bahwasanya negara adalah tempat atau populasi dijalankan untuk tujuan mekanis. Sedangkan bangsa adalah  kekuatan besar yang memiliki tujuan, ini ditegaskan dalam bentuk negara. Karena itu pada beberapa tulisan, Tagore selalu menggunakan nama “negara bangsa”.

Menurut Gellner nasionalisme lah yang menciptakan sebuah negara, bukan negara yang sebelumnya ada kemudian menciptakan suatu yang disebut nasionalisme.

Tagore berpandangan negara sebagai sesuatu yang menjadi kepentingan pribadi; terorganisir menjadi kepentingan rakyat bersama. “Negara bangsa” adalah mesin perdagangan dan politik. Ketika kebudayaan politik berlaku, maka bangsa akan menjadi ketakutan, keserakahan, kepanikan, karena memangsa satu bangsa ke bangsa lain demi mendapatkan kekayaan. Menurut Tagore patriotisme adalah kecemburuan yang mengerikan, penghianatan kepercayaan. Idealnya orang mementingkan kepentingan bersama dahulu sebelum kepentingan pribadi. Tetapi negara adalah keegoisan. Nasionalisme membuat urusan bangsa lebih penting daripada urusan rakyat. Nasionalisme mengabaikan moral hukum yang universal. Sikap anti nasionalisme Tagore bisa dilihat dari analoginya, bahwasanya “ide bangsa adalah profesionalisme rakyat” dimana orang saling bersaing antar kekuatan dan juga kecerdasan.

Pendidikan

Tagore percaya bahwa tujuan diadakannya pendidikan adalah realisasi diri. Pada  konsep realisasi diri dijelaskan bahwa setiap manusia harus mempunyai imannya sendiri. Ada tiga konsep yang dipaparkan oleh Tagore mengenai prinsip dalam pendidikan. Prinsip yang dipunyai oleh Tagore diterapkan pada Santiniketan, Ketika itu ia juga mendapatkan gelar nobel yang merupakan nobel pertama yang diraih oleh orang India. Hadiah dari nobel tersebut disalurkan ke sekolah di Santiniketan melalui investasi bank di pertanian.

Pertama prinsip kemerdekaan, kebebebasan di sini mencangkup seperti kebebasan berfikir, beribadah, kecerdasan, keputusan. Para siswa harus berusaha mengembangkan semua aspek dalam kehidupannya baik kepribadian, kemampuan ataupun kekuatan. Karenannya tujuan pendidikan bukan semata mata lulus ujian, mendapat nilai sempurna dan mendapat sertifikat ataupu ijazah. Satu-satunya tujuan pendidikan ialah pengembangan kepribadian. Inti dari konsep kebebasan adalah setiap anak dengan merdeka mengeksplore dirinya mau jadi ada dan bebas melakukan pengembangan seluas-luasnya.

Kedua prinsip  yaitu kesempurnaan, dimaksudkan bahwa setiap individu bebas melakukan pengembangan diri, berupa aspek kepribadian, kekuatan dan kemampuan diri. Yang ketiga yaitu universal, bahwasanya jiwa individu harus melebur ke dalam sifat universal yang dapat dilakukan bukan hanya dengan cara pribadi tetapi dengan cara melewati elemen-elemen alam. Semua ini adalah proses yang tidak bisa meninggalkan pendidikan.

Menurut Tagore, tujuan pendidikan bukan hanya untuk memperkaya ilmu pengetahuan atau memperkaya diri sendiri, tetapi membangun ikatan cinta dan persahabatan antar manusia. Penekanan pendidikan alam juga dikatakan oleh Tagore, pendidikan alam harus dijalakan pada sekolah-sekolah karena siswa dapat belajar secara kesuluruhan melalui alam. Tagore dan juga Gandi sama-sama memandang pendidikan dari perspektif  pasca-kolonial. Pendidikan Tagore menekankan pada intelektual, fisik, moral aspek ekonomi dan kehidupan spiritual kehidupan manusia dimana manusia dapat mengembangkan kepribadiannya setinggi-tingginya.

Penulis: Feby Dani

Editor: Feby Dani

Referensi:

Quayum, Mohammad A.  2014, Rabindranath Tagore: A Biographical Essay, Selangor Malaysia: International  Islamic University Malaysia Press

Gandhi, Mahatma. Semua Manusia Bersaudara, Yogyakarta: Yayasan Obor Indonesia

Gupta, Kalyan Sen. “The Philosophy of Rabindranath Tagore”, https://anarchyindia.wordpress.com/rabindranath-tagore/the-philosophy-of-rabindranath-tagore-book-extracts/

Putra, Bima Satria. 2018, PERANG YANG TIDAK AKAN KITA MENANGKAN, Yogyakarta: Pustaka Catut

Collins, Michael. 2008, Rabindranath Tagore and Nationalism: An Interpretation, Heidelberg: University of Heidelberg Press

Bhattacharya, Asoke. 2013, Rabindranath Tagore and Mahatma Gandhi: Their Thoughts on Education from a post-kolonial perspective, Calcutta: Jadavpur University Press

Pushpanathan, T.  2013, Rabindranath Tagore’s philosophy of education and its influence on Indian education, India: SCSVMV University Press

TT, Muhammad Saleem. 2016, Educational Concepts of Mahatma Gandhi and Rabindranath Tagore: A Comparative Study, India: Darul Huda Islamic University


Comments

Popular posts from this blog

Riwayat Cokelat dan Keju di Indonesia yang Amburadul Tapi Disukai

foto: cokelat keju dalam kuliner martabak Sejak saya mulai mendalami dunia kuliner—baik lokal maupun mancanegara—saya sadar ada sesuatu yang unik sekaligus membingungkan dari kuliner Indonesia. Banyak makanan kita “keluar jalur,” baik dari sisi bahan baku maupun cara pembuatannya. Salah satu contohnya adalah cokelat dan keju , dua produk impor yang kini sudah melebur ke dalam berbagai makanan Indonesia. Cokelat dan keju di Indonesia bukan hanya pelengkap rasa, tapi sudah jadi identitas. Kombinasi keduanya kini ada di mana-mana: di martabak, pisang goreng, roti bakar, bahkan kue-kue ulang tahun. Tapi, apakah cokelat dan keju yang kita nikmati benar-benar “asli”? Cokelat Indonesia: Antara Produsen Besar dan Konsumen Gula Indonesia adalah salah satu produsen kakao (biji cokelat) terbesar di dunia, berada di peringkat ke-7 berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2021/2022. Namun, saat cokelat Indonesia dibawa ke forum internasional, beberapa orang asing justru mempe...

Dari Den Haag Hingga Bojong Semarang: Riwayat Indische Partij dan Media De Indier 1913-1923

                                                       Tepat 110 tahun terkenang tokoh-tokoh radikal yang melakukan usaha pembebasan nasional masyarakat Hindia. Yang mana giat menyerang langgengnya kolonialisme Belanda baik melalui wacana media maupun aktivitas politik. Di bawah naungan partai politik perdana di Hindia Belanda yakni Indische Partij, para anggota juga simpatisan acap kali menentang pemerintah dan negara Hindia Belanda. Mereka dengan sadar mencoba merobohkan sistem koloni, dengan konsekuensi logis menjadi lawan-musuh negara beserta alat-alatnya (penjara, polisi, militer, media, dll).  Sepenggal cerita ini akan memaparkan bahwa baik orang berdarah campuran, Belanda totok, timur asing, maupun pribumi bekerja sama guna melawan kolonialisme. Tidak sesempit pandangan ras kulit sawo matang melawan ras berkulit ...

Sang Pembunuh Tuhan: Hampir Mati di Tanah Koloni

      Telah banyak artikel yang menjabarkan bagaimana Nietzsche melebarkan sayap Zarathustra . Ia tumbuh dalam semangat modern ‘romantik’ ; yang mana berangkat dari keresahan hidup dimana moralitas hanya dimonopoli kaum penguasa. Baginya, semua bentuk usaha adalah sama dan tidak ada yang lebih baik dari pada yang lain. Ia menyimpulkan kehidupan adalah bentuk dari penderitaan. Pengejawatan dari ini, Che menawarkan manusia harus berusaha menjadi manusia super. Maka muncul filsafat nihilisme ala Che yang berusaha mendobrak tatanan arus zaman.         Dan saya sedang tidak ingin membicarakan hal di atas secara berkepanjangan, karna tentu sudah diulas oleh banyak penulis yang sudah pasti lebih serius. Apa yang saya ajukan adalah laporan pembacaan mengenai gerakan nihilis bukan Nietzsche yang menyebar menjadi sebuah gerakan politik. Tapi oleh karena pembunuh Tuhan belum mati sepenuhnya, sedikit banyak artikel ini akan menyinggung sebagai ses...